Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 1 Muharam 225 H atau 804 M. Kesultanan ini terletak di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.

Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 M dan berakhir pada tahun 1292 M. Proses berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya.

Pada tahun 840 M ini, rombongan berjumlah 100 orang dari Timur Tengah menuju pantai Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan ini bertujuan untuk berdagang sekaligus membawa sejumlah da’i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke Perlak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama lama mereka (Hindu dan Budha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong memeluk Islam.

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang anak buah dari Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja’far Shadiq dikawinkan dengan Makhdum Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir Nuwi, Raja Negeri Perlak yang berketurunan Parsi. Dari buah perkawinan mereka lahirlah  Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Shah, yang menjadi sultan pertama di Kesultanan Perlak sejak tahun 840 M. Ibu kotanya Perlak yang semula bernama Bandar Perlak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah.

Sejarah keislaman di Kesultanan Perlak tidak luput dari persaingan antara kelompok Sunni dan Syi’ah. Perebutan kekuasaan antara dua kelompok Muslim ini menyebabkan terjadinya perang saudara dan pertumpahan darah. Silih berganti kelompok yang menang mengambil alih kekuasaan dari tangan pesaingnya.

Aliran Syi’ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab dan Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi’ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi’ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatera dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi’ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai.

Sebagai informasi tambahan bahwa raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, Meurah Silu dengan gelar Malikul Saleh berpindah agama, yang awalnya beragama Hindu kemudian memeluk Islam aliran Syi’ah. Oleh karena dapat dibujuk oleh Syaikh Ismail, Meurah Silu kemudian menganut paham Syafi’i. Dua pengikut Meurah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya juga menganut paham Syafi’i, sehingga nama mereka berubah menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Ketika berkuasa Meurah Silu dikenal sebagai raja yang sangat anti terhadap pemikiran dan pengikut Syi’ah.

Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada masa pemerintahan sultan ke-3, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah ia meninggal pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syi’ah dan Sunni, yang menyebabkan kesultanan dalam kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun 302 H (915 M), kelompok Syi’ah memenangkan perang. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syi’ah kemudian memegang kekuasaan kesultanan sebagai sultan ke-4 (915-918). Ketika pemerintahannya berakhir, terjadi pergolakan antara kaum Syi’ah dan Sunni, hanya saja untuk kali ini justru dimenangkan oleh kelompok Sunni.

Kurun waktu antara tahun 918 M hingga tahun 956 M relatif tidak terjadi gejolak yang berarti. Hanya saja, pada tahun 362 H (956 M), setelah sultan ke-7, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat meninggal, terjadi lagi pergolakan antara kelompok Syi’ah dan Sunni selama kurang lebih empat tahun. Bedanya, pergolakan kali ini diakhiri dengan adanya itikad perdamaian dari keduanya. Kesultanan kemudian dibagi menjadi dua bagian.

  1. Pertama, Perlak Pesisir (Syi’ah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 M – 988 M).
  2. Kedua, Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 M – 1023 M).

Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006 M. Sultan ke-8 sebenarnya berpaham aliran Sunni, namun sayangnya belum ditemukan data yang menyebutkan apakah terjadi lagi pergolakan antar kedua aliran tersebut.

A. Silsilah

Sebelum berdirinya Kesultanan Perlak, di wilayah Negeri Perlak sudah ada rajanya, yaitu Meurah Perlak Syahir Nuwi. Namun, data tentang raja-raja Negeri Perlak secara lengkap belum ditemukan. Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Perlak adalah sebagai berikut:

  1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840 M – 864 M).
  2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864 M – 888 M).
  3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888 M – 913 M).
  4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915 M – 918 M).
  5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928 M – 932 M).
  6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932 M – 956 M).
  7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956 M – 983 M).
  8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 M – 1023 M).
  9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023 M – 1059 M).
  10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059 M – 1078 M).
  11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078 M – 1109 M).
  12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109 M – 1135 M).
  13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135 M – 1160 M).
  14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160 M – 1173 M).
  15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173 M – 1200 M).
  16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200 M – 1230 M).
  17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230 M – 1267 M).
  18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 M – 1292 M).

Catatan:
Sultan-sultan di atas dibagi menurut dua dinasti, yaitu dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat, yang merupakan keturunan dari Meurah Perlak asli (Syahir Nuwi).

B. Periode Pemerintahan

Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya, yaitu: Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh.

Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292 M. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.

C. Wilayah Kekuasaan

Sebelum bersatu dengan Kerajaan Samudera Pasai, wilayah kekuasaan Kesultanan Perlak hanya mencakup kawasan sekitar Perlak saja. Saat ini, kesultanan ini terletak di pesisir timur daerah aceh yang tepatnya berada di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.

D. Struktur Pemerintahan

Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang sangat strategis. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini. Masuknya para pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini. Kedatangan mereka berpengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Perlak pada saat itu. Sebab, ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang. Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju.

Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari membaurnya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Kelompok pendatang bermaksud menyebarluaskan misi Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat. Sebenarnya tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk mengembangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.

Share