Pada zaman dahulu kala, di s­e­buah negeri di Aceh, hidup dua orang kakak-beradik yang ber­nama Beungong Meulu dan Beungong Peukeun. Kedua orangtua mereka telah meninggal dunia. Tiap hari Beungong Peu­­keun mencari udang di danau. Suatu hari Beungong Peukeun tidak mendapat se­ekor udang pun. Saat hendak pulang, dia melihat sebuah benda yang menarik hatinya. Ternyata benda itu sebutir telur.

Sesampainya di rumah, direbusnya telur tadi dan dimakannya. Sungguh aneh, keesokan harinya Beungong Peukeun me­rasa sangat haus. Bukan hanya itu, tubuh­nya pun semakin panjang dan bersisik. Akhirnya, suatu pagi saat bangun dari ti­dur­nya Beungong Peukeun telah berubah menjadi seekor naga.

“Mengapa Kakak memakan telur itu? Kini kau menjadi seekor naga,” kata Beu­ngong Meulu dengan terisak menyesali per­­­­­­buat­­­­­­an kakaknya. Keesokan harinya Beu­ngong Peukeun mengajak adiknya me­­­­­ninggal­­­­­­­­­kan gubuk mereka. Sebelum be­r­­­­ang­­­­­­­­kat, Beungong Peukeun menyuruh adik­nya me­­­me­­­tik tiga kuntum bunga di be­­­­­­­­­la­­­­­­kang gubuk mereka. “Ayo, naiklah ke pung­­­­­gung­­­­­­­­ku dan peganglah bunga itu erat-erat, jangan sampai jatuh,” perintah Beu­ngong Peukeun.

Saat melewati su­ngai besar, Beungong Peukeun meminum air­nya hingga habis. Tiba-tiba muncul seekor na­ga yang marah ka­­re­­na perbuatan Beu­­ngong Peukeun ter­­­sebut. Keduanya ber­tarung se­ngit. Saat Beu­­ngong Peu­kuen me­menangkan per­ta­­rung­­an tersebut se­kuntum bunga di ta­ngan Beungong Meulu menjadi layu.

Mereka pun melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan mereka kembali di­hadang seekor naga yang besar. Kembali ter­­­­jadi pertarungan. Tiba-tiba sekuntum bu­­­nga di ta­­ngan Beungong Meulu menjadi layu. Tahu­­­lah dia bahwa sebentar lagi per­tarung­­­­an akan dimenangkan Beungong Peukeun.

Setelah menang bertarung, kakak-beradik itu kembali melanjutkan perjalanan me­nyeberangi lautan. Rupanya di tengah per­jalanan menyeberangi lautan tersebut, Beungong Peukeun kembali diserang se­­ekor naga. Kali ini naga yang sangat besar. Saat bunga di tangan Beungong Meulu tak kunjung layu, dia mulai khawatir.

Beungong Meulu semakin khawatir ketika Beungong Peukeun tampak mulai kewalahan menghadapi serangan sang Naga. Saat mengetahui dirinya akan kalah, Beungong Peukeun melemparkan adiknya dari punggungnya. Akhirnya Beungong Peu­­keun terbunuh oleh serangan naga yang sangat besar itu. Sementara itu, Beu­ngong Meulu terlempar dan tersangkut di se­­buah pohon milik seorang saudagar kaya yang kemudian menikahinya.

Namun sayang, selama menjadi istri saudagar kaya tersebut, Beungong Meulu tak pernah bicara ataupun tersenyum. Dia selalu diam dan tampak sedih. Bahkan sam­pai mereka mempunyai seorang anak. Suami­­­­nya mencari akal untuk mengetahui penye­­bab kesedihan istrinya itu. Maka su­atu hari suaminya berpura-pura mati se­­­­hing­­­­ga anaknya menangis tersedu-sedu.

“O Anakku, ibu tahu bagaimana se­­­dih­­nya hati bila ditinggal orang yang kita cin­­­tai. Ibu dulu kehilangan kakak ibu yang terbunuh oleh seekor naga di laut­­­­­an. Bah­kan hingga kini ibu tidak dapat meng­­­hi­lang­kan rasa sedih itu.” Mendengar pe­ng­­­akuan Beungong Meulu tersebut su­a­­mi­­nya kemudian bangun. Akhirnya, dia me­­­­ngetahui penyebab kesedihan Beu­ngong Meulu. Keesokan harinya dia meng­­ajak Beungong Meulu pergi ke laut­an, di mana dulu Beungong Peukeun ber­tarung melawan naga raksasa.

Saat sampai di pantai, Beungong Me­ulu dan suaminya melihat tulang-tulang ber­­s­erakan. Beungong Meulu yakin bahwa itu tulang-tulang kakaknya. Maka, di­kumpul­kan­nya tulang-tulang tersebut kemu­­dian sua­minya membaca doa sambil memercik­kan air bunga pada tulang-tulang tersebut. Atas perkenan Tuhan, tiba-tiba terjadi keajaiban. Beungong Peukeun menjelma dan berdiri di hadapan mereka. Sejak saat itu Beungong Peuken tinggal bersama adik­nya dan Beu­ngong Meulu tidak lagi membisu.

Suatu hari, Beungong Peukun ber­jalan-jalan di tepi pantai. Saat itu dia meli­hat seekor ikan raksasa berwarna kemerahan. Dihujamkannya sebilah pedang ke tubuh ikan tersebut kemudian dicongkelnya mata ikan tersebut. Karena terlalu keras, mata ikan tersebut terpelanting jauh hingga jatuh di halaman seorang penguasa di sebuah negeri. Mata ikan tersebut kemudian ber­ubah menjadi gunung. Sang penguasa merasa gelisah dengan adanya gunung di halamannya. Ia kemudian mengadakan se­buah sayembara. Barang siapa dapat me­min­dah­­kan gunung tersebut dari halaman ru­­mah­nya, dia akan dijadikan penguasa di negeri itu dan dinikahkan dengan anaknya.

Beungong Peukeun yang mendengar sayembara tersebut segera berangkat ke sana. Begitu tiba di tempat yang di­maksud, dia segera mencongkel gunung tersebut dengan pedang saktinya. Da­lam se­­kejap, gunung tersebut dapat dilempar­kannya jauh-jauh. Sang penguasa mene­pati janjinya. Beungong Peukeun diberi kekuasaan memerintah negeri tersebut dan dinikahkan dengan putri penguasa. Demikianlah kisah tentang dua saudara ini. Akhirnya, mereka berdua hidup bahagia.

Share