Aceh Jaya merupakan kabupaten baru sebagai hasil pemekaran dari kabupaten Aceh Barat. Sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Aceh Besar, sebelah barat dibatasi oleh Samudera Hindia, kemudian sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Aceh Barat dan sebelah timur dengan kabupaten Pidie. Aceh Jaya beribukota di Calang, yakni suatu wilayah yang terletak di Krueng Sabee.

Kabupaten Aceh Jaya, khususnya kecamatan Jaya terkenal dengan profil penduduknya yang khas. Sebagian penduduk kecamatan Jaya ini berprofil seperti orang Eropa di mana ada yang berkulit putih, bermata biru dan berambut pirang. Mereka dipercaya merupakan keturunan prajurit Portugis di abad ke-16 yang kapalnya terdampar di pantai Kerajaan Daya, dan ditawan oleh raja kawasan itu.

Situs Sejarah Kabupaten Aceh Jaya

1. Pulau Raya

Pulau ini dulunya adalah sebuah pulau tempat benteng pertahanan pada masa penjajahan Belanda dan kini menjadi objek wisata sejarah karena ada peninggalan kuburan tentara yang gugur di sini.

Selain itu, Pulau Raya juga menjadi objek wisata mancing. Di sebelah utaranya terdapat terumbu karang yang menjadi daya tarik bagi wisatawan yang gemar snorkeling dan diving.

2. Kuburan Po Teumeurehom Daya

Po Teumeurehom Daya (Sultan Alaiddin Riatsyah) adalah keturunan raja-raja Aceh yang terkenal pada abad 17. Pada setiap Hari Raya Idul Adha, di makam ini di adakan upacara “Seumeuleng” yaitu suatu upacara untuk memperingati Sultan Alaiddin Riatsyah (Po Teumeurehom Daya) yang dilaksanakan oleh keturunan­-keturunan beliau sampai sekarang. Seluruh masyarakat dari dalam maupun luar Kecamatan Jaya datang untuk menyaksikan upacara Seumuleueng itu, karena cukup unik dan tidak ada di daerah lain.

Sajian upacara tersebut terdiri dari makanan adat seperti Bu Yapan, Kuah Rayeuk, Takeeh U, Kuah Pengat dan lauk-pauk lainnya yang dimasak di Gampong Meunasah Rayeuk. Ada mitos kalau Kuah Rayeuk itu dimasak di gampong lain maka kemungkinan akan mendatangkan musibah. Maka ditetapkanlah masakan kuah rayeuk itu di Gampong Meunasah Rayeuk. Kuah itu untuk dimakan bersama di Balairung atau Askara. Balai itu dibangun di kaki gunung yang tidak begitu jauh dengan kompleks makam Po Termeureuhom.

Hari itu, keturunan Po Teumeureuhom berkumpul di Balairung dengan memakai pakaian kebesaran dengan dominasi hitam, pakai tengkuluk, kain selempang yang panjangnya mencapai tiga meter lebih dan menggunakan sebilah pedang tanda kebesaran, masyarakat sangat beruntung bila Nasi Yapan dapat diperoleh dan merasa bersedih apabila nasi tidak didapatnya. Nasi Yapan adalah nasi yang dimakan keluarga Po Teumeureuhom masa dulu, yang diyakini masyarakat setempat kalau memakan nasi tersebut akan mendapat barakah dan bagi anak-anak dengan memakan nasi tersebut dapat terjaga dari bermacam-macam gangguan makhluk halus dan terhindar dari penyakit.

3. Monumen Tsunami 2004

Merupakan sebuah puing bangunan bekas Kantor Bupati Aceh Jaya yang tidak roboh pada saat gempa bumi dan gelombang tsunami 2004.

Menjadi bukti sejarah dahsyatnya gelombang tsunami yang banyak menelan korban. Bangunan ini sekarang dijadikan Monument Tsunami, juga objek dan daya tarik wisata bagi yang berkunjung ke Calang.

4. Batu Sumpah

Sebuah hamparan batu gunung seluas lebih kurang 160 m2 mempunyai keunikan tersendiri karena batu tersebut bisa memberikan petunjuk bagi kita dan sensitivitas yang tinggi. Sampai sekarang, batu tersebut masih dipercaya oleh masyarakat Desa Seunebok Padang Kecamatan Teunom untuk memberi petunjuk apabila seseorang kehilangan harta benda.

Untuk mencapai lokasi batu tersebut, kita bisa menumpang speed boat masyarakat/nelayan yang sudah tersedia di tempat penyeberangan dengan lama tempuh 10 menit dan berjarak 8 km dari ibukota kecamatan Teunom.

Share